Didiklah anakmu dengan baik karena dia akan hidup pada zaman yang berbeda dari masamu. Begitulah kata Masro’in, S.Pd.I., M.Ag, Ketua Majelis Tabligh Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Lamongan saat memberikan tausiah pada acara wisuda siswa-siswi dari MI, MTS dan siswa SMA Perguruan Muhammadiyah
RasulullahSaw. bersabda, "Didiklah anak-anakmu dengan tiga hal: mencintai Nabimu, mencintai keluarganya dan membaca Al-Qur'an. Sebab, orang-orang yang ahli Al-Qur'an itu berada dalam lindungan singgasana Allah pada hari tidak ada perlindungan selain daripada perlindungan-Nya beserta para Nabi dan orang-orang yang disucikan-Nya." (HR. Thabrani)RENUNGAN Amsal 2917 Didiklah anakmu, maka ia akan memberikan ketenteraman kepadamu, dan mendatangkan sukacita kepadamu. Dalam kesempatan berdiskusi dengan anak-anak remaja di sekolah minggu soal siapa idola mereka, berbagai idola yang terlontar dari pembicaraan mereka. Ada yang mengidolakan artis selebriti, penyiar TV, orang kaya raya, ilmuwan, presiden, pemain sepak bola, dan sebagainya. Tentu ada alasannya dalam mereka memilih idolanya. Dari sekian banyak anak remaja yang ditanya, ada 2 orang wanita mengatakan bahwa idolanya adalah ibunya. Terus ada seorang pria katakan bahwa idolanya adalah ayahnya dan satu lagi katakan gurunya. Tentu sangat baik jika seorang anak mengidolakan orang tuanya. Namun tidak banyak seperti itu. Bagi kita para orang tua, tidaklah masalah apakah kita menjadi idola atau tidak. Bahkan mungkin juga kita sangat jauh dari idola tersebut di hati anak-anak kita. Yang penting setiap orang tua wajib mendidik anak-anaknya. Anak-anak juga wajib menerima didikan orang tuanya. Saat mendidik dan dididik sering tidak nyaman, tapi harus. Pendidikan yang baik membuat setiap orang menjadi lebih dewasa. Pendidikan memberikan ketenteraman dan mendatangkan sukacita kata penulis Amsal. Banyak kerusuhan dan kegaduhan terjadi karena ulah orang pintar dan cerdas otaknya serta segudang gelarnya, tapi dia sebetulnya tidak terdidik. Orang seperti ini akan menjadi perusak dan pembawa bencana. Itu yang sering terlihat dan terjadi di keluarga dan masyarakat, bahkan juga di gereja atau persekutuan. Banyak manusia yang encer otaknya dan penuh… banyak tahu, pintar bicara, tapi hatinya keruh dan kerdil. Orang seperti ini sudah belajar banyak hal, tapi tidak terdidik. Ibarat kue… bagus cetakannya, tapi salah resep sehingga tidak bisa dinikmati. Oleh sebab itulah penulis Amsal ingatkan akan pentingnya orang tua mendidik anak-anaknya, dan anak-anak juga harus menerima didikan orang tuanya. Harus berjalan dua-duanya… timbal balik ! Dari pendidikan yang baik itulah datangnya ketenteraman dan kedamaian. Apalagi jika pendidikan itu sumbernya adalah ajaran Yesus, maka SEMPURNA pendidikan kita. Akan muncul generasi yang hebat… cerdas otaknya dan bersih hatinya. Semoga ! Selamat bekerja. Selamat berkarya. Selamat beraktifitas. Selamat melayani. Tuhan senantiasa memberkati dan menyertai kita. Amin. Teriring salam dan doa, Alamta Singarimbun-Bandung Alamta Singarimbun adalah seorang Doktor dari Universitas Kyushu ini bekerja sebagai Dosen di Departemen Fisika ITB sejak tahun 1987 dan juga Dosen Agama & Etika Kristen Protestan di ITB sejak tahún 2011. Tahun 2013 ditahbiskan sebagai Pendeta Kampus Campus Chappel di Gereja Anglikan Indonesia. Baca selengkapnya Comments comments
KEKHUSUSANPENDIDIKAN AGAMA KATOLIK FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2012 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. “Didiklah anakmu, maka ia akan memberikan ketentraman kepadamu, dan mendatangkan sukacita kepadamu” (Ams 29: 17)
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. “Didiklah anak-anakmu, karena mereka akan hidup pada zaman yang berbeda dengan zamanmu” Itulah pesan singkat dari Khalifah kedua umat Islam Umar bin zaman sekarang ini, tantangan untuk memebesarkan anak benar-benar besar. Mengapa demikian? Karena di zaman sekarang ini banyak model dan konsep pendidikan yang sangat bervariasi. Selain dari konsep dan model pendidikan ini ternyata lingkungan sekitar, budaya, dan pergaulan pun snagat mempengaruhi pendidikan anak. Karena anak-anak sangat mudah terpengaruh begitu saja apa yang menurut mereka asyik dan menarik tanpa memperdulikan batasan norma yang berlaku dalam dapat memberikan kebaikan kepada anak sebaiknya kita memberikan contoh yang baik dan perilaku yang baik supaya anak juga dapat meniru apa yang kita lakukan. Sebaiknya dalam mendidik anak kita terapkan keteladanan yang baik, bimbingan yang baik, nasehat yang baik, dan juga mengingatkan kesalahan-kesalahan anak, menanamkan pemahaman-pemahaman kepada anak. Jika anak membuat kesalahan sebaiknya orang tua tidak memarahi ataupun memberikan hukuman fisik namun memberikan peringatan ataupun arahan agar tidak mengulanginya lagi Naaa disinilah banyak orang tua yang kualahan menghadapi perilaku anak-anak mereka. Ada sebagian orang tua yang membiarkan anak-anaknya tumbuh dalam perkembangan zaman tanpa pengawasan, ada juga orang tua yang mendidik anaknya dengan kekangan atau dengan mengisolisir anak mereka dari perkembangan zaman. Tentu saja cara diatas tidak baik. Sebagai umat islam, kedua pendidikan tersebut sangat tidak di anjurkan, sebab islam itu tetap sekaligus fleksibel, tetap dalam konteks aidahdan ibadah dan fleksibel dalm konteks skill. Seperti yang telah di sampaikan Luqman kepada anaknya yang berbunyi "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezaliman yang besar". QS Luqman 13.Jadi maksud dari mendidik anak sesuai zaman ialah mendidik anak dengan mengarahkan anak untuk mampu mensurvive atau denagn mengarahkan anak hidup di zamannya. Sehingga anak akan siap dan mampu untuk menjadi manusia yang mandiri dan membaur kemayarakat. Dalam mendidik anak juga harus pandai dalam memilih pendidikan yang paling utama antara penanaman aqidah dan ibadah atau skill, menurut saya pendidikan yang paling utama adalah penanaman aqidah dan ibadah kepada anak, sebab jika skill yang tidak dilandasi dengan aqidah dan ibadah yang kokoh akan menimbulkan kerusakan dan cenderung membuat anak menjadi yang sudah banyak kita lihat di lingkungan sekitar, bahwa anak-anak yang tidak terdidik dengan baik tanpa penanman aqidah dan ibadah dan norma yang benar membuat anak tidak mampu memegang teguh norma-norma agama,moral dan sosial yang membuat intelektualnya yang tinggi dan integrasinya rendah. Maka sejak anak masih kecil sebagai orang tua kita harus benar-benar mendidiknya dengan cara yang benar dan tepat terapkan keteladanan yang baik, bimbingan yang baik, nasehat yang baik, dan juga mengingatkan kesalahan-kesalahan anak, menanamkan pemahaman-pemahaman kepada anak. Jika anak membuat kesalahan sebaiknya orang tua tidak memarahi ataupun memberikan hukuman fisik namun memberikan peringatan ataupun arahan agar tidak mengulanginya lagi. Orang tua tentunya menginginkan anaknya kelak menjadi orang yang berguna bagi semua orang. Lihat Humaniora Selengkapnya
“Jangan paksakan anak-anakmu mengikuti jejakmu, mereka diciptakan untuk kehidupan di zaman mereka, bukan zamanmu” – Socrates Kutipan di atas ditulis oleh Imam Ahmad al-Syahrastani dalam kitabnya yang sangat masyhur terkait sejarah aliran-aliran pemikiran yang hingga saat ini masih menjadi rujukan, al-Milal wa al-Nihal 1404, juz 2 82. Kitab yang lahir pada masa keemasan Islam ini dapat disebut juga sebagai ensiklopedia pemikiran dan kepercayaan. Banyak yang menyandarkan perkataan tersebut kepada Imam Ali bin Abi Thalib. Namun, penyandaran ini belum dapat jelas validitasnya. Parahnya, ada yang menyebutnya sebagai hadits. Hal ini tak masalah jika hadits dimaknai sebagai sinonim dari khabar, karena sejatinya khabar dapat disandarkan kepada Nabi maupun selainnya. Salah satu yang pernah menyebutnya sebagai hadits ialah Kuntowijoyo dalam buku kumpulan essainya yang berjudul, “Selamat Tinggal Mitos, Selamat Datang Realitas” 2002 60. Dalam bukunya ia menyebutkan, “Didiklah anak-anakmu, sebab mereka akan mengalami zaman yang berbeda dengan zamanmu” hadits.Terlepas dari kontroversi kevalidannya, kata-kata di atas sebenarnya memiliki nilai yang dapat kita pegang, yaitu menata sistem pendidikan yang sesuai dengan zamannya. Barangkali kita pernah membaca perkataan sahabat Nabi, Umar bin Khattab radliyallahu anh ketika menulis untuk penduduk daerah Himsh علموا أولادكم السباحة والرماية والفروسية “Ajarilah anak-anak kalian berenang, memanah, dan menunggang kuda” Abdullah al-Qayrawâni, al-Nawâdir wa al-Ziyâdât, Dâr el-Garb al-Islâmî, juz 3, hal. 39 Atau sabda Nabi yang lain, Uqbah bin Amir Al-Juhani, sebagaimana tertulis dalam kitab Shahîh Muslim مَنْ علِمَ الرَّمْىَ ثُمَّ تَرَكَهُ فَلَيْسَ مِنَّا أَوْ قَدْ عَصَى “Siapa pun yang telah diajarkan memanah dan kemudian meninggalkannya maka dia bukan golongan kami, atau telah durhaka terhadap Nabi” HR Muslim. Dua nash di atas melambangkan aktivitas yang sangat urgen untuk dipelajari pada masa itu, yaitu berenang, memanah dan menunggang kuda. Peperangan zaman dahulu diwarnai dengan aksi saling panah, dan pasukannya menunggang kuda. Maka tidak heran jika tiga pekerjaan tadi sangat dianjurkan untuk diajarkan, bahkan ada redaksi kecaman bagi orang yang sudah mempelajari memanah kemudian dilupakan. Hadits di atas sepertinya tidak dapat diamalkan secara harfiah. Namun, makna dan nilainya dapat kita serap untuk disesuaikan dengan kebutuhan di zaman modern ini, misalnya latihan menembak dalam konteks sistem pertahanan dan keamanan atau berkendara. Barangkali tembak-menembak tidak berlaku bagi sebagian orang, namun, bagi tentara yang bertugas mendamaikan peperangan, keahlian ini sangat diperlukan. Pun kemampuan berkendara, sangat penting sekali. Tidak hanya soal perang, berkendara adalah soal transportasi yang memudahkan umat manusia untuk bepergian dan beraktivitas ke sana-sini. Relevan dengan Kebutuhan Zaman Jika kita membaca kitab kuning yang diperuntukkan bagi mubtadi`în tingkatan pemula pada masanya, selalu terdapat redaksi yang menyebut bahwa teks kitab tersebut diperuntukkan bagi pemula agar mereka mudah menyerap isinya. Misalnya dalam kitab Matn al-Taqrîb karya al-Qâdhi Abû Syujâ’ menyebutkan سألني بعض الأصدقاء حفظهم الله تعالى، أن أعمل مختصرا في الفقه على مذهب الإمام الشافعي رحمة الله عليه ورضوانه، في غاية الاختصار ونهاية الإيجازليقرب على المتعلم درسه ويسهل على المبتدئ حفظه ، وأن أكثر من التقسيمات وحصر الخصال “Aku diminta oleh sebagian teman untuk menyusun ringkasan fiqih mazhab Syafi'i yang sangat ringkas dan sederhana, dan memperbanyak pembagian yang sistematis agar mudah dipelajari dan dihafal oleh mubtadiîn” Qâdhi Abu Syujâ’, Matan al-Ghâyah wa at-Taqrîb, Alam al-kutub, h. 2. Begitupun dalam Nadham al-Imrîthî, Syekh Syarafuddin menyebutkan نَظَمْتُهَا نَظْمًا بَدِيعًا مُقْتَدِي ۞ بِالْأَصْلِ فِي تَقْرِيبِهِ لِلْمُبْتَدِي “Kitab tersebut aku jadikan nadham yang indah, dengan mengikuti kitab asalnya untukmemudahkan para pemula yang belajar ilmu nahwu.” وَقَدْ حَذَفْتُ مِنْهُ مَا عَنْهُ غِنَى ۞ وَزِدْتُهُ فَوَائِدًا بِهَا الْغِنَى “Aku telah membuang sebagian yang kurang perlu, dan aku tambahkan beberapa faidah yang cukup penting.” Dari dua contoh di atas kita dapat mengambil beberapa kesimpulan dalam penyesuaian pendidikan. Pertama, bagi seorang pemula hendaknya pelajaran diringkas dan tidak bertele-tele. Kedua, bentuknya dibuat pembagian-pembagian supaya sistematis. Ketiga, menggunakan metode pendekatan sesuai kapasitas pelajar, seperti dikatakan dalam Imrithi, fî taqrîbihi lil mubtadî. Keempat, melihat dari nadham Imrithi, bagi seorang pelajar ketika itu, nadham merupakan bentuk teks yang memudahkan untuk dipelajari, dihafal, dan dipahami. Kelima, ajarkan apa yang diperlukan oleh murid. Dua kitab di atas merupakan contoh dari kurikulum yang mengikuti masanya. Dan kurikulum masa lalu belum tentu cocok seluruhnya dengan masa sekarang, dengan banyaknya pergeseran keadaan, tradisi, dan budaya. Para ulama sekarang mungkin tidak semestinya semuanya menyusun kitab berbentuk nadham, cukup berbentuk natsr teks biasa saja, karena sulitnya memahami pelajaran lewat nadham. Sekolah-sekolah umum tidak mesti mewajibkan semua muridnya mempelajari ilmu faraidh yang mendalam dilihat dari kebutuhan para siswa, karena di pesantren ilmu tersebut sudah diajarkan kepada para santri yang dikira lebih membutuhkan. Melihat kepada pendidikan di masa pandemi seperti saat ini, perlu juga adanya penyesuaian pendidikan sebagaimana keadaan yang ada. Inovasi pendidikan berbasis teknologi atau platform yang mendukung pembelajaran merupakan sebuah keniscayaan. Apalagi ada gejala pelajaran yang makin berkurang di tengah pandemi, karena kurang dekatnya interaksi antara guru dan murid sebagai efek pembelajaran di rumah melalui aplikasi. Di sisi lain, gerakkan penyesuaian pendidikan tidak dapat berjalan tanpa ada bantuan dari pemerintah, entah berupa sistem, pengarahan, maupun dukungan finansial. Akhir-akhir ini kita sering mendengar keluhan pelajar yang belajar dari rumah, mulai dari tugas yang diberikan begitu berat, tugas hanya menyalin buku sebanyak-banyaknya, jam pelajaran yang sama seperti biasanya, tidak memiliki kuota karena kurang mampu membelinya, bahkan tidak memiliki perangkat untuk pembelajaran daring. Dari fenomena ini masih banyak lagi yang perlu diperhatikan dan diperbaiki dari sistem pembelajaran di tengah pandemi, yang menyesuaikan keadaan dan kebutuhan para pelajar. Sedikit demi sedikit perbaikan dalam sistem pembelajaran dapat melihat dari penyusun kitab seperti contoh di atas, bagaimana mereka menyesuaikan materi kepada para pelajar, yang akhirnya pelajaran tersebut dapat dikuasai para murid dan bermanfaat bagi orang banyak. Amien Nurhakim, Mahasantri Pesantren Luhur Ilmu Hadis Darus-Sunnah Ciputat, Tangerang Selatan
.